tanaman tomat

Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)
Asal usul
Tomat adalah salah satu komoditas holtikultura sayuran yang pusat penyebarannya diperkirakan berada di sekitar pegunungan Andes di Amerika Selatan karena penyebaran genus Lycopersicon banyak dijumpai di wilayah ini, meskipun temuan arkeologi terbaru menunjukkan bahwa pusat pembudidayaan tomat berada di Meksiko dan Amerika Tengah. Sejak ditemukannya Benua Amerika oleh Columbus pada tahun 1492, tomat menyebar ke penjuru dunia, sehingga hampir setiap orang mengenal dan pernah mengonsumsi tomat meskipun dalam bentuk yang berbeda.
Masuknya tomat ke Indonesia diperkirakan terjadi tahun 1811, dan sejak saat itu tomat makin dikenal di berbagai kalangan masyarakat Indonesia dan diusahakan di berbagai daerah, terutama daerah yang memiliki dataran tinggi. Saat ini kawasan yang menjadi pusat pengembangan tomat di Indonesia adalah Jawa Barat, khususnya kota Banjar.

Botani
Tonat merupakan tanaman perdu semusim dengan sistem perakaran yang dangkal. Batang tanaman berbulu. Bunga tomat berentuk terompet, berwarna kuning, dan berkelompok pada suatu tandanbatang utama yang ketinggiannya dapat mencapai 2 m. Kebanyakan tomat memiliki sifat pertumbuhan yang indeterminate (pucuknya tetap tumbuh vegetatif). Ada juga kultivar dengan sifat pertumbuhan semi determinate dan determinate (ujung pucuk berakhir pada suatu tandan bunga). Kedua tipe terakhir memiliki pertumbuhan perdu yang kompak.

Di dalam sistem klasifikasi botani, tomat memiliki kedudukan sebagai berikut:
Divisi        : Spermatofita
Subdivisi   : angiospermae
Kelas        : Dikotiledon
Ordo        : Solanales
Famili        : Solanaceae
Gneus       : Lycopersicon
Spesies     : Lycopesicon esculentum Mill.

Bunga tomat merupakan bunga majemuk, berada dalam suatu rangakaian yang terdiri atas 4-14 kuntum yang secara keseluruhan membentuk suatu tandan. Mahkota bunga berbentuk bintang dan berwarna kuning. Buah tomat berbentuk bulat, bulat pipih atau berbentuk seperti buah pir, berongga, berdaging dan banyak mengandung air, serta berdiameter 1-12 cm. Pada umumnya buah tomat berwarna merah. Pada saat dewasa atau matang. Meskipun demikian, warna buah tomat budidaya bervariasi mulai dari kuning, jingga sampai merah, tergantung pada sifat genetiknya.
Berdasar kebutuhan akan suhu optimum, untuk pertumbuhan dan produknya tomat dikelompokkan menjadi tomat dataran tinggi dan tomat dataran rendah. Misalnya, varietas tomat dataran tinggi adalah Moneymaker, Masscros, Extase, Bonset dan Monresist yang semuanya berbuah sedang; sedangkan Geraldton, Smooth Skin, dan Indian River adalah tomat varietas dataran tinggi yang berbuah besar. Sementara itu, varietas tomat dataran rendah yang banyak dikenal di Indonesia adalah Ratna, Intan, Berlian, Mutiara dan TW-375 yang semuanya termasuk kelompok tomat apel dan tahan terhadap penyakit layu.

Syarat tumbuh
Faktor-faktor lingkungan berupa tanah dan iklim yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tomat perlu mendapat perhatian guna hasil dengan kualitas dan kuantitas yang dikehendaki.

Tanah
Tanaman tomat dapat diusahakan pada berbagai jenis tanah, mulai dari lempung berpasir sampai lempung berliat, serta pada tanah-tanah yang kaya akan bahan organik. Kemasaman tanah hendaknya 5,5-7,0. Pada tanah dengan pH di luar kisaran ini dapat terjadi defisiensi ataupun keracunan unsur hara. Apapun tipe tanah untuk areal budidaya tomat, areal pertanaman harus memiliki drainase yang baik karena tomat tidak tahan terhadap kelebihan air tanah terlalu lama. Apabila terpaksa menanam tomat pada areal dengan drainase yang buruk, upayakan penanaman pada bedengan tinggi.

Iklim
Suhu minimum untuk perkecambahan benih adalah 10 C, suhu optimum 20 C, dan suhu maksimum adalah 30 C. Sementara itu pertumbuhan selanjutnya tomat menghendaki suhu rata-rata di atas 16 C. Suhu di bawah 12 C, terutama untuk jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya chiling injury. Kisaran optimum yang dikehendaki adalah 21-24 C. Suhu rata-rata di atas 27 C tidak dikehendaki bagi pertumbuhan tomat.
Intensitas cahaya yang kurang dari 1.000 fc dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Apabila intensitas cahaya berada jauh di bawah 1.000 fc, diperlukan cahaya buatan untuk meningkatkan intensitas dan memperpanjang fotoperiodesitas.
Pembentukan buah sangat berkurang jika suhu pada siang hari melampui 38 C selama 5-10 hari sebelum antesis atau 1-3 hari setelah antesis. Hal ini dikarenakan terjadinya kerusakan pada serbuk sari dan sel telur. Suhu malam hari yang terlalu tinggi (di atas 27 C) beberapa hari sebelum dan sesudah antesis juga dapat menyebabkan berkurangnya pembentukan buah. Hembusan udara kering yang panas, dapat pula menyebabkan berkurangnya pembentukan buah. Selain itu, pada suhu 10 C atau kurang, sebagian besar bunga akan gugur.
Dalam kondisi cuaca dingin, hormon pertumbuhan seperti IAA dan parachlorophenoxy acid dapat diberikan pada takaran 25-50 ppm. Pemberian senyawa ini menyebabkan buah menjadi partenokarpi, dan membengkak. Namun pembengkakan ini dapat dikurangi dengan pemeberian IAA bersamaan dengan giberelin.

Suhu optimum untuk pematangan buah adalah 18-24 C. Suhu di bawah 13 C menyebabkan pematangan buah menjadi lambat, sedangkan suhu di bawah 10 C menyebabkan chiling injury, dan buah tidak akan menjadi matang sama sekali.  

No comments:

Post a Comment